Ada satu kekeliruan umum yang
saat ini terjadi di tengah-tengah kaum muslimin; cinta ibadah tapi
kurang mencintai ilmu. Kita sering menyaksikan kaum muslimin
berbondong-bondong beribadah, berzikir, mengerjakan shalat sunnah
berjamaah, atau bershalawat, tetapi tidak untuk hadir ke majlis ilmu.
Ada anggapan beribadah lebih besar nilainya dibandingkan duduk untuk
mendapatkan satu atau dua bab ilmu.
Padahal, di hadapan Allah Ta’ala ternyata ada perbedaan derajat antara golongan yang berilmu dan yang tidak berilmu. FirmanNya:
“Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS. az-Zumar [39]: 9).
Abu Hurairah dan Abu Dzar Al Ghiffari – semoga Allah meridloi keduanya -- pernah berkata, “Mempelajari satu bab ilmu lebih aku sukai daripada shalat sunnah sebanyak seribu rakaat.”
Sedangkan Umar bin Khaththab juga pernah berkata,
“Meninggalnya seribu orang ahli ibadah (yang rajin) menghidupkan malamnya dan berpuasa di siang harinya lebih ringan ketimbang wafatnya seorang alim yang mengetahui halal dan haramnya hukum-hukum Allah Swt.”
“Meninggalnya seribu orang ahli ibadah (yang rajin) menghidupkan malamnya dan berpuasa di siang harinya lebih ringan ketimbang wafatnya seorang alim yang mengetahui halal dan haramnya hukum-hukum Allah Swt.”
Itulah sebabnya para ulama terdahulu
mereka demikian ‘keranjingan’ mencari ilmu. Imam asy-Syafi’i misalnya,
pionir dalam berbadai disiplin ilmu keislaman, kecintaannya dalam
mencari ilmu dilukiskan oleh para sahabatnya bak seorang ibu yang
kehilangan anak gadisnya. Demikian bersemangat dan haus akan ilmu.
Lahir bukan dari keluarga kaya, membuat sang imam di masa remajanya
mengumpulkan kertas-kertas bekas dari kantor-kantor kekhilafahan untuk
mencatat pelajaran dari guru-gurunya.
Kecintaan pada ilmu juga dialami oleh
para penguasa negara Islam atau para khalifah. Karena cintanya pada
ilmu, Khalifah Al Aziz di Kairo memiliki sekitar 1.600.000 buah buku di
perpustakaanya, di antaranya 16.000 buah tentang matematika dan 18.000
tentang filsafat.
Mencintai ilmu bukan saja mendapatkan
pujian dari Allah SWT. akan tetapi juga menyelamatkan seorang muslim
dari kebodohan. Dan kebodohan akan berujung pada kesalahan dalam
beramal. Kesalahan beramal hanya berujung pada dosa.
Imam Abu Daud meriwayatkan ada seorang
pria yang meninggal karena kawan-kawannya memaksanya untuk mandi junub
padahal pria tersebut terluka parah di kepalanya. Rasulullah saw. yang
mengetahui hal ini menegur mereka, “Mereka telah membunuhnya, mengapa mereka tidak bertanya jika tidak tahu? Sesungguhnya obat kebodohan adalah bertanya.”
Ubahlah mindset kita dalam
beramal. Awalilah kehidupan kita dengan mencintai ilmu sebelum beramal.
Tahanlah diri untuk mengambil tindakan sebelum kita mengetahui terlebih
dahulu hukum atau ilmunya. Tambahlah pengetahuan kita tentang agama ini
sehingga diri kita akan terjaga dari kesalahan dalam beramal. Jangan
sampai kita menyangka telah beramal baik padahal sesungguhnya tertolak
di sisi Allah SWT. Na’uzubillahi min dzalik.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.