ia adalah orang yang masuk Islam dua hari setelah keislaman Abu
Bakar assidiq. Berjuang bersama Rasulullah di Mekah, mengalami
penistaan, siksaan dan penghinaan yang luar biasa dari orang-orang
kafir Quraisy serta beragam cobaan lainnya. Tapi seperti para sahabat
lainnya, siksaan tak menyebabkan mereka surut berjuang, malah makin
meningkatkan kualitas keimanannya. Dia termasuk orang yang ikut
berhijrah, dan setelah sampai di Medinah, bertemu dan diterima sahabat
Anshar, kemudian Rasulullah mempersaudara kannya dengan
Sa'ad ibn Rabi' al Anshary, salah
seorang terkaya di kota itu. Mengetahui Abdurrahman ibn Auf
meninggalkan isteri dan harta kekayaannya di Mekah demi berhijrah
mengikuti Rasulullah, suatu hari terjadi dialog yang sangat menarik...
"Saudaraku, aku adalah orang terkaya di Medinah. Aku punya dua
kebun dan dua isteri. Pilihlah kebun mana yang kau suka, dan isteri
mana yang kau mau. Aku akan melepasnya agar menjadi kebunmu, dan
menjadi isterimu", kata
Sa'ad. Mendapatkan tawaran ini,
ibn Auf menolaknya dengan halus dan berkata,
"semoga Allah memberkati harta dan keluargamu, tunjukkan saja kepadaku
di mana letak pasar". Maka mulailah dia berusaha dengan menjadi buruh
pada orang lain, terkadang menjadi kuli angkut barang. Dan berapapun
pendapatan yang diperolehnya sebagian ditabung, sebagian ia infakkan.
Dalam waktu yang tidak lama, ia pun mulai bisa membeli barang untuk
kemudian dijualnya. Karena kejujuran, kegigihan dan keahliannya dalam
berbisnis, usahanya pun berkembang, dan hanya dalam tempo dua tahun
saja ia sudah memiliki kafilah dagang sendiri, menjalin hubungan bisnis
dengan berbagai orang di berbagai negeri.
Yang sangat menarik dari
Abdurahman ibn Auf
ini adalah semangat berinfaknya. Pernah suatu ketika sesuai Rasulullah
berpidato, "wahai manusia, bersedekahlah ! sebab aku ingin mengirimkan
pasukan". Ia pun bergegas pulang dan kembali dengan menyiapkan dana,
katanya, "ya Rasulullah, aku punya 4.000 dirham. Separuh kupinjamkan
kepada Allah. Dan separuhnya lagi kutinggalkan untuk keluargaku."
Peristiwa ini terjadi menjelang perang Uhud. Begitu juga ketika
menjelang terjadinya perang Tabuk. Medinah sedang mengalami musim
paceklik. Jarak yang ditempuh sangat jauh, sementara perbekalan dan
transportasi yang tersedia amat terbatas. Rasulullah menghimbau umat
Islam untuk berinfak. Dan mereka pun segera memenuhi imbauan ini, dan
pelopornya tentu saja
Abdurrahman ibn Auf. Ia sendiri menginfakkan seluruh hartanya, dan tindakannya itu mendorong
Umar ibn Khattab melaporkannya,
katanya, "ya Rasulullah, kurasa Abdurrahman ibn Auf menyengsarakan
keluarganya, dan ini termasuk perbuatan dosa, sebab dia tidak
meninggalkan untuk mereka sesuatu sedikitpun."
Kemudian
Rasulullah memanggil Abdurrahman ibn Auf, dan bertanya, "apakah engkau
telah menyisakan sesuatu untuk keluargamu?"
"Sudah," jawabnya, "yang kutinggalkan jauh lebih banyak dari pada yang kuinfakkan,"
"Apa itu, dan berapa?" tanya Rasulullah
"yaitu rizki, kebaikan dan pahala yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya."
Setelah Rasulullah wafat, dialah yang bertugas mengurus
ummahatul-mukminin, menyediakan kebutuhan mereka dan menjaga kehormatan
mereka. Dia pernah menjual tanah senilai 40.000 dinar, dan uang hasil
penjualannya dibagi-bagikannya kepada isteri-isteri Nabi, orang-orang
fakir dan miskin dan kaum muhajirin. Do'a Nabi terbukti. Dia menjadi
sahabat terkaya. Harta yang dimilikinya telah mengantarkannya menjadi
orang yang mendapatkan berkah dan keridhoan Allah. Menjadi orang yang
bersyukur dengan cara senantiasa
membantu dan memperhatikan kebutuhan orang lain.
Pernah terjadi suatu hari Medinah bergetar dan bergemuruh karena
kedatangan iring-iringan kafilah dagang ibn Auf yang membawa 700 ekor
unta penuh muatan barang dagangan,
"suara apa itu?" tanya
Siti Aisyah
"suara kafilah dagang
Abdurrahman ibn Auf," jawab seseorang
"Allah memberkahi semua yang diinfakkan di dunia, dan pahala di
akhirat lebih besar. Aku pernah mendengar Rasulullah mengatakan bahwa
Ibn Auf akan memasuki surga dengan merangkak bila tak mau berinfak."
Ternyata dalam waktu yang tidak lama,
Ibn Auf mendengar perkataan
Aisyah ini, dan ia segera mendatangi beliau, kemudian bertanya :
"wahai ibu, apakah anda mendengar kata-kata yang diucapkan Rasulullah itu?"
"benar," jawab
Aisyah.
Sinar matanya berbinar-binar. Hatinya pun dipenuhi kebahagiaan, ia berkata :
"wahai ibu, jadilah saksiku, aku ingin memasuki surga dengan
berdiri dan berlari. Seluruh unta ini dengan semua barang dagangan yang
ada kuinfakkan demi perjuangan fi sabilillah."
Semoga Allah
senantiasa memberkahimu, wahai sahabat Rasulullah, sungguh aku bahagia
mengenal mereka sebagai insan-insan teladan. Kecintaannya kepada Allah,
kesetiaannya kepada Rasulullah, kerinduannya mendapatkan keridhoan-Nya,
damba memasuki surga-Nya, telah menumbuhkan spirit luar biasa untuk
berkorban, berkorban dan berkorban dengan apa yang mereka miliki.
Inilah manusia tauhid. Manusia yang betul-betul memahami makna
laa ilaaha illa Allah, Muhammad al Rasulullah.
Melalui kisah ini, ada beberapa pelajaran penting yang bisa kita ambil, yaitu :
-
Tak ada cinta tanpa pengorbanan. Cinta yang demikian mendalam terhadap
Allah dan Rasul-Nya menumbuhkan semangat berkoban yang luar biasa. Dan
ini hanya mungkin terjadi karena tauhid telah menjadi dasar semua
pandangan hidup dan aktivitas keduniaannya.
- Manusia
tauhid adalah orang yang selalu bersikap optimis, punya himmah (etos
kerja) yang tinggi, kafa'ah (kapabilitas dan profesional), dan terus
mengasah jiwanya dan kemampuannya.
- Prinsip
hidup manusia tauhid adalah give, give,give and take. Bukan take and
give kayak kita : mengambil dulu baru memberi, melainkan memberi,
memberi dan memberi, kemudian barulah mereka mengambil apa yang Allah
berikan.
- Selalu menyisihkan berapa pun
penghasilan yang ada untuk ditabung. Berorientasi ke masa depan, dan
bersikap antisipatif terhadap segala kemungkinan. Manusia yang mengamal
kan perintah Allah, antara lain dalam QS al-qashas [28] : 77.