Alkisah, Al-Mughirah bin Syu'bah, salah satu pemimpin Arab
yang cerdik dan lihai, bermaksud melamar dara cantik-jelita dari Bani
al-Harits. Ia panggil salah satu kerabatnya, seorang pemuda dari klan
yang sama, Bani al-Harits, lalu menceritakan maksudnya.
"Bantu saya melamarnya!", perintah Al-Mughirah.
"Maaf Tuan, sebaiknya jangan. Tak pantas Tuan melamarnya!"
"Kenapa begitu?"
"Saya pernah melihat ada seorang laki-laki yang menciumnya."
Al-Mughirah tak jadi melamarnya. Namun setelah beberapa waktu lewat ia mendengar kabar bahwa Sang Pemuda telah menikahi dara tadi.
"Bukankah kamu dulu mengatakan pernah melihat seorang laki-laki menciumnya?" kata al-Mughirah setengah marah.
"Iya .. Saya melihat ayah dia menciumnya!" jawab pemuda yang cerdik tersebut.
Peristiwa ini tak pernah terlupakan oleh Al-Mughirah. Dia terkenal sebagai salah satu pemimpin Arab yang cerdik, tapi kalah oleh kecerdikan seorang pemuda yang sedang jatuh cinta.
"Tak pernah ada yang bisa mengalahkan kecerdikanku, selain pemuda tadi.", aku al-Mughirah suatu saat.
"Bantu saya melamarnya!", perintah Al-Mughirah.
"Maaf Tuan, sebaiknya jangan. Tak pantas Tuan melamarnya!"
"Kenapa begitu?"
"Saya pernah melihat ada seorang laki-laki yang menciumnya."
Al-Mughirah tak jadi melamarnya. Namun setelah beberapa waktu lewat ia mendengar kabar bahwa Sang Pemuda telah menikahi dara tadi.
"Bukankah kamu dulu mengatakan pernah melihat seorang laki-laki menciumnya?" kata al-Mughirah setengah marah.
"Iya .. Saya melihat ayah dia menciumnya!" jawab pemuda yang cerdik tersebut.
Peristiwa ini tak pernah terlupakan oleh Al-Mughirah. Dia terkenal sebagai salah satu pemimpin Arab yang cerdik, tapi kalah oleh kecerdikan seorang pemuda yang sedang jatuh cinta.
"Tak pernah ada yang bisa mengalahkan kecerdikanku, selain pemuda tadi.", aku al-Mughirah suatu saat.